Calcifer

Laman

Sabtu, 26 Mei 2012

Desa Wangunsari

Di saat warga-warga desa dan kota lain harus menghemat penggunaan energi listrik karena keterbatasan pasokan dari Peusahaan Listrik Negara (PLN), tidak demikian dengan desa Wangunsari. Desa yang berada di antara bukit-bukit ini menggunakan turbin dan kincir air untuk mendapatkan energi listrik..


Sebuah turbin yang dapat menghasilkan listrik untuk belasan rumah. Serta kincir air yang dimiliki setiap rumah membuat desa tersebut mampu bertahan tanpa PLN. Karena desa ini sulit di capai jaringan listrik PLN.



Secara administratif desa Wangunsari masuk ke kecamatan Naringgul kebupaten Cianjur Selatan. Desa ini berjarak sekitar 5 Km dari jalan kabupaten. Tak lebih dari 100 Kepala Keluarga yang tinggal di desa ini. Sawah sengkedan yang hijau dan pohon-pohon aren yang tinggi banyak ditemui di desa ini. Karena mata pencaharian utama warga desa Wangunsari adalah bertani dan membuat gula aren.


Jalan utama desa Wangunsari hanya jalan setapak yang terjal. Sehingga alat transportasi utama desa Wangunsari adalah sepeda motor yang diatur agar mampu melewati jalan ters. Agar tidak licin saat hujan, maka warga setempat berinisiatif  untuk meratakan jalan tersebut dengan batu-batuan.

Namun, perhatian dari pemerintah administratif setempat yang kurang, membuat minim sarana pendidikan dan kesehatan di desa tersebut. Pusat kesehatan setempat berada di desa Naringgul yang berjarak sekitar 3 Km. Tapi ada dokter atau bidan yang datang ke desa tersebut satu kali seminggu.

Sekolah dasar terdekat adalah SDN Sukamanah yang berjarak sekitar 2 Km. Dengan jarak sekolah yang cukup jauh dan jalan yang terjal membuat beberapa siswa memutuskan untuk berhenti sekolah. Mungkin ini alasan tak banyak warga desa Wangunsari yang mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Mereka lebih sering menggunakan bahasa Sunda. Hal ini yang membuat saya dan senior Astacala, Anatoli a.k.a. Boleng, sulit berkomunikasi dengan warga sekitar saat berkunjung ke desa tersebut pada 4-6 Mei 2012.